Benang Kusut (Refleksi Diri)

Halo siapapun yang bisa menemukan tulisan ini, aku ingin membagikan tulisanku tentang refleksi diri yang aku tulis 2020 lalu sebagai tugas ospek kampus. Bahasanya tidak aku rubah, hanya sedikit koreksi dari tulisan asli saat itu. Maaf kalau berbelit-belit, semoga bisa memahami ceritanya. Selamat membaca  😊💖

            

            Proses kehidupan seseorang tidak akan lepas dari suatu permasalahan yang kadang memerlukan usaha keras untuk menguraikannya, seperti benang kusut. Namun, permasalahan inilah yang akan membentuk kita menjadi pribadi yang lebih dewasa dalam kaitannya dengan kehidupan pribadi dan sosial kita. Selama tiga tahun terakhir saya mengalami banyak masalah dalam proses kehidupan di SMA, dan juga saat saya tinggal di asrama. Kondisi ekonomi keluarga yang menurun membuat saya harus mengesampingkan impian saya bersekolah di SMA favorit demi mengambil beasiswa bebas biaya pendidikan di salah satu sekolah swasta berasrama, dengan konsekuensi saya harus mempertahankan prestasi saya. Memutuskan untuk hidup jauh dari keluarga memang bukan hal yang mudah, namun saya membulatkan tekad demi menggapai asa. 

        Tahun pertama saya bersekolah di SMA sekaligus tinggal di asrama adalah tahun terberat bagi saya, selain persoalan adaptasi lingkungan baru, saya juga masih dalam proses penerimaan diri. Persoalan tinggal di asrama adalah hal yang paling mendasar, bukan mengenai pergaulan, melainkan begitu banyak permasalahan baru yang tidak pernah saya alami sebelumnya. Sebelum tinggal di asrama, saya termasuk pribadi yang tidak suka ikut campur dengan urusan pribadi orang lain. Saya tidak pernah menyangka bahwa teman – teman saya memiliki latar belakang persoalan pribadi yang lebih kompleks dari saya, seperti persoalan keluarga, ekonomi, akademik, kesehatan, dan pergaulan. 

        Masalah mulai muncul saat banyaknya tekanan dari pihak luar, yakni kewajiban saya untuk mempertahankan prestasi di saat konsentrasi saya kacau, peraturan dan pengawasan asrama yang sangat ketat, tanggung jawab baru sebagai ketua asrama, dan permasalahan ekonomi keluarga. Perlahan – lahan saya berhasil menerima diri sendiri dan ikhlas menjalani proses hidup ini dengan sukacita. Saya sangat senang karena di tahun pertama saya dapat mempertahankan prestasi saya, memahami teman – teman asrama, dan bergabung dalam OSIS. Di titik itu saya sangat menikmati hidup saya, banyaknya kegiatan justru sebagai sarana menghilangkan stress dan mencairkan pikiran saya dalam menyelesaikan masalah. 

            Namun puncak masalah selama tiga tahun terakhir belum terlewati. Saya mengalami kecelakaan motor saat menjalankan tugas saya sebagai panitia acara perlombaan antarsekolah. Saya mengalami luka cukup parah, namun saya tidak mau dibawa ke rumah sakit karena memikirkan biaya dan anggapan orang lain bahwa saya lemah, ya saya sangat egois waktu itu. Dasar pemikiran saya waktu itu adalah saya tidak mau membebani keluarga, teman – teman di asrama dan melepas tanggung jawab saya sebagai panitia acara. Keputusan saya jelas tidak tepat, saya harus berusaha terlihat baik – baik saja dengan kondisi yang sungguh tidak baik – baik saja. Penyesalan mulai datang. Saya merasa sendirian, kesakitan, lelah, dan stress karena terus menyalahkan keputusan dan apa yang terjadi pada saya. Setiap malam saya sulit tidur karena merasa kesakitan, dan rindu keluarga yang pasti akan merawat saya apabila mengalami musibah seperti ini. Banyak tugas yang justru terbengkalai karena kondisi saya waktu itu. 

        Menghadapi masalah yang begitu kompleks dengan kondisi fisik yang tidak sehat, tentu tidak dapat saya lakukan sendiri. Saya kemudian memberanikan diri untuk bercerita pada pembina asrama mengenai kondisi saya saat itu. Pembina asrama tidak menyalahkan atas kecelakaan yang saya alami, beliau justru kecewa karena saya tidak langsung menceritakan masalah tersebut. Saya sungguh merasa lega, seperti beban dipundak saya terlepas dan digantikan angin segar menghampiri saya. Oleh pembina asrama, saya kemudian diberi keringanan tanggung jawab sebagai ketua asrama selama sakit, dan dianjurkan untuk mengurangi aktivitas sebagai panitia acara, saya juga selalu ditemani oleh teman – teman saya. Saya merasa kembali lagi, banyak orang yang mengulurkan tangan untuk selalu membantu dan menemani saya, semangat saya sungguh kembali. Selesai menjadi panitia acara, saya mampu bernapas lega, meskipun tugas saya tidak banyak, tetapi saya merasa sudah berjuang melakukan yang terbaik. 

Anggapan bahwa menceritakan masalah kepada orang lain akan membuat kita terlihat lemah adalah hal yang tidak tepat. Justru dengan kita berani berbagi masalah dengan orang lain, kita berarti sudah mampu menguasai dan menerima diri. 

Permasalahan yang terjadi dalam hidup saya membawa dampak besar bagi perkembangan mental saya, saya menjadi semakin terbuka untuk berbagi keluh kesah dengan orang – orang di sekitar saya, selain itu saya juga menjadi lebih menghargai bahwa setiap orang memiliki beban permasalahan yang berbeda – beda sesuai kapasitasnya. 

Saya sebagai pribadi yang sudah mengalami betapa pentingnya terbuka terhadap orang lain. Saya menyadari bahwa nilai – nilai kejujuran, percaya diri, dan menghargai keberadaan orang lain adalah hal yang penting untuk ditanamkan dalam dinamika kehidupan yang akan terus memunculkan masalah baru untuk kita selesaikan.

Yogyakarta, 2020

- Sekian, terima kasih-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PUISI : KARYA DI TENGAH KEBOSANAN

MENILIK UNIKNYA BANGUNAN KLASIK ABAD 16 : Studio Alam Gamplong